Selamat Datang

Dalam banyak kisah yang dibuat para pembuat film, sering ada dua wajah yang menggambarkan Polisi, yaitu Polisi Baik dan Polisi buruk. Polisi baik adalah mereka yang digambarkan bisa tampil dalam perannya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Polisi buruk adalah mereka yang digambarkan tampil dalam perilaku menakutkan, bersikap mentang-mentang dan mata duitan (Akhlis Suryapati, Wartawan/ Seniman). figur Polisi yang diinginkan tentunya adalah Polisi Baik, sosok Polisi yang selalu menjadi impian dan harapan oleh semua orang. Melalui blog ini ITWASDA POLDA KALIMANTAN SELATAN menyajikan kumpulan kisah humanis Kepolisian dari berbagai sumber yang bisa menjadi teladan bagi Kepolisian Sendiri maupun masyarakat.

Hari Lahir Polri Bukan 1 Juli


Banyak ulasan pakar sejarah yang mengangkat sejarah berdirinya Polri. Salah satunya menyatakan bahwa hari bhayangkara pada 1 Juli 1946 bukan merupakan “hari lahir” Polri karena Polri sudah ada sebelumnya bahkan sebelum Indonesia merdeka. 
 
pada periode awal kemerdekaan Indonesia saat Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-gyu (tentara sukarela Indonesia bentukan Jepang), sedangkan Polisi tetap bertugas, sehingga saat Soekarno-Hatta memproklamasikankemerdekaanIndonesi pada tanggal 17 Agustus 1945. secara resmi Kepolisian menjadi Kepolisian Indonesia yang merdeka. 
 
Untuk mengukuhkan kedudukaan Kepolisian di Indonesia tersebut, maka Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 19 Agustus 1945, memasukkan Kepolisian dalam lingkungan Deparemen Dalam Negeri yang diberi nama Badan Kepolisian Negara (BKN). Karena keberadaan organisasi Polisi sejak awal kemerdekaan inilah membuat Dr. H. Ruslan Abdulgani Veteran Ex TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) mengatakan bahwa "Pasukan Polisi Istimewa lahir lebih dulu dari yang lain".   
 
Namun karena keterbatasan sarana komunikasi pada masa itu maka berita resminya berdiri Kepolisian Indonesia belum tersebar merata sehingga tidak serentak Kepolisian mengumumkan dirinya sebagai Kepolisian Indonesia yang merdeka. Misalnya seperti di Surabaya punya “Sejarah khusus tentang Kepolisian”. Di kota pahlawan ini  Polisi pernah melaksanakan “Proklamasi Polisi”. Dalam ejaan lama, dalam Proklamasi Polisi di tulis:

“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan Polisi sebagai Polisi Repoeblik Indonesia”.

Soerabaja, 21 Agoestoes 1945
Atas Nama Seloeroeh Warga Polisi
Moehammad Jasin – Inspektoer Polisi Kelas I

 

Proklamasi Polisi itu merupakan suatu tekad anggota Polisi untuk berjuang melawan tentara Jepang yang masih bersenjata lengkap, walaupun sudah menyerah. Proklamasi ini juga bertujuan untuk meyakinkan rakyat bahwa Polisi adalah aparat negara yang setia kepada Republik Indonesia. Dengan demikian, rakyat dapat melihat bahwa Polisi bukanlah alat penjajah. Hal ini karena Kepolisianyang menjadi satu-satunya kesatuan yang memiliki senjata di awal kemerdekaan Indonesia setelah dilucutinya senjata dan dibubarkannya tentara PETA dan Heiho oleh Jepang.

Terkait hal tersebut, Soetamo (Bung Tomo), pemimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) yang juga salah satu pejuang terkemuka dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, yang menyatakan : 
 
“PETA diharapkan dapat mendukung perjuangan di Surabaya tahun 1945 , tetapi PETA membiarkan senjatanya dilucuti oleh Jepang, untung ada Pemuda M. Jasin dengan pasukan-pasukan Polisi Istimewanya yang berbobot tempur mendukung dan mempelopori perjuangan di Surabaya.”
 

Suatu waktu M. Jasin bersama bersama Soetomo (Bung Tomo) yang mewakili pihak Indonesia berhasil menadatangani perjanjian penyerahan senjata dari Jepang yang sudah terdesak oleh perlawanan rakyat Indonesia untuk membuka gudang Arsenal tentara Jepang yang terbesar se-Asia Tenggara di Don Bosco-Sawahan, Surabaya. Senjata tersebut dibagi-bagikan kepada rakyat dan pemuda dalam organisasi perjuangan sehingga Surabaya dibanjiri senjata api dari berbagai jenis yang digunakan untuk menghadapi pasukan Inggris dan Belanda pada peristiwa Hari Pahlawan.
 
Berdasarkan hal tersebut Jendral (TNI) Tri Sutrisno, Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam pidato peresmian Monumen Perjuangan Polisi Republik Indonesia di Surabaya pada tanggal 2 Oktober 1988 menyampaikan, 
 
“Tindakan Inspektur I Moehammad Jasin untuk mempersenjatai Rakyat Pejuang telah memberikan andil yang cukup besar dalam gerak maju para pejuang kemerdekaan di Surabaya, yang kemudian mencapai puncaknya dalam pertempuran heroik di Surabaya tanggal 10 Nopember 1945”.


Kesaksian tentang perjuangan Kepolisian dalam kancah perjuangan Surabaya pernah disampaikan oleh Jenderal TNI Muhammad Wahyu Sudarto - Pelaku 10 November 1945, yang mengatakan:

"Saya hanya bagian dari sejarah perjuangan tanah air. Itu pun Cuma di Jawa Timur, khususnya di Surabaya. Sebetulnya pada “Peristiwa Surabaya” ada tokoh yang lebih hebat tetapi di mana kini tidak banyak yang kenal. Namanya Moehammad Jasin, orang Sulawesi Selatan. Jika beliau tidak ada, Surabaya tidak mungkin seperti sekarang. Beliau adalah Komandan Pasukan Polisi Istimewa. Kalau tugas Bung Tomo adalah “memanas-manasi rakyat”, Pak Jasin ini memimpin pasukan tempur. Kesatuannya boleh dibilang kecil, cuma beberapa ratus orang saja. Itu sebabnya mereka bergabung dengan rakyat. Kalau rakyat sedang bergerak, di tengah-tengah selalu ada truk atau panser milik Pasukan Polisi Istimewa lengkap dengan senjata mesin. Melihat Rakyat bak gelombang yang tak henti-henti itu, Jepang yang waktu itu sudah kalah dari Pasukan Sekutu menyerah kepada RI dan intinya adalah Pak Jasin. Demikian pula kala Inggris (Sekutu) mendarat di Surabaya. Bila tidak ada Pak Jasin, arek-arek Suroboyo tidak bisa segalak itu. Pasukan Inggris datang pertama kali dengan satu brigade pada 28 Oktober 1945. Namun, setelah mereka terdesak, secara bertahap mendarat lagi empat brigade”


Kehebatan Pasukan Polisi Istimewa dalam kancah perjuangan Surabaya bukan hanya dikagumi kawan tapi juga disegani oleh lawan. Hal ini terdapat dalam pernyataan resmi dari Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan (Ministerie van Onderwijs en Wetenschappen) Pemerintah Belanda, oleh Van der Wall
 
“De Poelisi Istimewa, de gewezen Poelisi Istimewa guderende de Japanse tijd, onder leiding van M. Jasin is niets anders dan een Militaire strijd kracht.” (Polisi Istimewa, Mantan Polisi Istimewa diwaktu Jepang, pimpinan M. Jasin tidak lain adalah satu kekuatan tempur militer). 
 
Namun demikian sejarah tentang keberadaan Kepolisian di awal kemerdekaan ini hingga keterlibatan langsung pasukan Polisi Istimewa dalam peristiwa heroik di Surabaya yang bahkan diperingati sebagai hari Pahlawan sangat jarang diketahui oleh bangsa Indonesia bahkan oleh anggota Kepolisian Sendiri.
 

Asvi Warman Adam, ahli penelitian utama LIPI, di Radar Jogja (1 Juli 2009), pernah menyampaikan bahwa :
“1 Juli sering dianggap sebagai hari lahir Kepolisian. Padahal instansi itu sudah ada sejak Proklamasi Kemerdekaan, bahkan sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Di Indonesia, tentara, terutama Angkatan Darat (AD), memiliki kesadaran sangat tinggi tentang pentingnya sejarah. ……….. “

Lebih lanjut dia menjelaskan di kalangan Polisi malah kurang akan kesadaran sejarahnya sendiri. Padahal menurut Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Mendiang Bung Tomo juga pernah berkata, "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (Jasmerah).
 
Lalu bagaimana dengan 1 Juli 1946 sendiri, sebagaimana yang kami baca dari Wikipedia tentang Polri bahwa pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. 
 
Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai "Hari Bhayangkara" hingga saat ini.

Kami berharap dengan adanya artikel ini dapat meluruskan kesalahpahaman banyak orang tentang penyebutan tanggal 1 Juli seperti pengucapan, "Selamat Hari Lahir Polri" atau "HUT Bhayangkara" atau "Dirgahayu Bhyangkara" kembali kepada penyebutan yang sebenarnya yaitu "Selamat Hari Bhayangkara".
 
Artikel disusun oleh Bripka Ahmad Ridha, Itwasda Polda Kalsel
 
Sumber :
Wikipedia dan
Buku Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia
Diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar